Pengelolaan dan Pemantauan NKT

Pengelolaan dan Pemantauan NKT
Nilai Konservasi Tinggi | Kriteria Penilaian | Status NKT | Luas (ha) | Status NKT | Luas (ha) | ||
Ya | Tidak | Ya | Tidak | ||||
NKT 1 | 1.1 Kawasan yang mempunyai atau memberikan fungsi pendukung keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung dan / atau konservasi | Ya | 1,037.09 | Ya | 1,121.36 | ||
Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati Penting | 1.2 Spesies hampir punah | Ya | 3,816.34 | Ya | 48.41 | ||
1.3 Kawasan yang merupakan habitat bagi populasi spesies yang terancam, penyebaran terbatas atau dilindungi yang mampu bertahan hidup | Ya | 3,816.34 | Ya | 48.41 | |||
1.4 Kawasan yang merupakan habitat bagi spesies atau sekumpulan spesies yang hidup secara temporer | Tidak | Tidak | |||||
NKT 2 | 2.1 Kawasan bentang alam luas yang memiliki kapasitas untuk menjaga proses dan dinamika ekologi secara alami | Tidak | Tidak | ||||
Kawasan Bentang Alam yang Penting bagi Dinamika Ekologi Secara Alami | 2.2 Kawasan yang berisi dua atau lebih ekosistem dengan garis batas yang tidak terputus (berkesinambungan) | Ya | 144.57 | Ya | 203.36 | ||
2.3 Kawasan yang berisi populasi dari perwakilan spesies alami | Ya | 4,898.43 | Ya | 1,269.78 | |||
NKT 3 | |||||||
Kawasan yang Mempunyai Ekosistem Langka atau Terancam Punah | Ya | 3,571.01 | Ya | 1,541.25 | |||
NKT 4 | 4.1 Kawasan atau ekosistem penting sebagai penyedia air dan pengendalian banjir bagi masyarakat hilir | Ya | 4,316.25 | Ya | 5,118.50 | ||
Kawasan yang memberikan jasa lingkungan alami | 4.2 Kawasan yang penting bagi pengendalian erosi dan sedimentasi | Ya | 4,350.25 | Ya | 6,559.33 | ||
4.3 Kawasan yang berfungsi sebagai sekat alam untuk mencegah meluas kebakaran hutan dan lahan | Ya | 1,037.09 | Ya | 1,221.36 | |||
NKT 5 | |||||||
Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Dasar Masyarakat Lokal | Ya | 982.21 | Ya | 751.15 | |||
NKT 6 | Ya | 507.9 | Ya | 2,594.15 | |||
Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Identitas Budaya Tradisional Komunitas Lokal | |||||||
Integrasi Luas NKT (Overlap antar NKT) | 5,950.51 | 8,168.39 | |||||
Luas Konsesi PT SL | 36,215 | ||||||
Persentase (%) dari Luas Total Areal PT SL | 15.90 |
Strategi pengelolaan dan pemantauan NKT merupakan strategi yang direkomendasikan untuk diterapkan oleh PT SL untuk memelihara dan meningkatkan nilai konservasi penting dari areal yang ada dalam wilayah konsesi. Ada lima strategi utama yang dapat diterapkan, antara lain adalah penebangan ramah lingkungan, pengamanan dan perlindungan hutan, restorasi lahan terdegradasi, konservasi in-situ, dan pengelolaan hutan secara kolaboratif.
Penebangan Ramah Lingkungan atau dikenal dengan Reduced Impact Logging (RIL) merupakan teknik penebangan yang bertujuan untuk mengurangi atau meminimasi gangguan dan kerusakan terhadap lingkungan hutan, termasuk di dalamnya tumbuhan, satwa liar, tanah, dan sumber air bersih. RIL mencakup berbagai macam kegiatan pengelolaan hutan di antaranya adalah zonasi wilayah konsesi, perencanaan sebelum penebangan, persiapan peta pemanenan, operasi sebelum penebangan, operasi penebangan, rehabilitasi, pemantauan setelah penebangan serta kegiatan setelah penebangan.
Pengamanan dan perlindungan hutan merupakan gabungan rekomendasi perlindungan dan pengamanan NKT sesuai dengan peraturan Indonesia yang memberikan mandat legal bagi semua perusahaan kehutanan untuk menyisihkan arealnya demi tujuan konservasi seperti lokasi zona penyangga, 50–100 m penyangga daerah riparian di kedua sisi sungai, perlindungan menyeluruh di seluruh sungai-sungai besar antara lain S. Montalat, S. Malungai dan S. Mea, pengamanan dan perlindungan menyeluruh bagi semua kawasan yang masuk kategori terancam seperti seluruh Hutan Kerangas dan Hutan perbukitan Karst yang berada dalam konsesi, dan perlindungan dan pengamanan pada areal yang dialokasikan untuk konservasi plasma nutfah, tegakan benih, dan petak ukur permanen.
Restorasi lahan terdegradasi dapat dilakukan pada areal yang biasanya perlu untuk direstorasi antara lain bekas jalan utama yang sudah ditinggalkan, lokasi bekas camp, dan infrastruktur selama musim penebangan, bekas penggalian batu (quarry), bekas tempat pengumpulan/penimbunan kayu, bekas jalan sarad, areal bekas tebangan dengan regenerasi alam yang sedikit, bekas areal ladang berpindah, bekas lokasi pemukiman peladang berpindah dan kolam-kolam terbuka yang terbentuk akibat pembukaan hutan tidak terencana.
Beberapa kegiatan konservasi in-situ yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh PT. SL antara lain memasang papan larangan untuk menebang spesies tumbuhan yang masuk dalam kategori langka dan terancam punah, mengumpulkan biji atau anakan alam untuk diperbanyak di persemaian dan ditanam sebagai tanaman pengkayaan, pemeliharaan permudaan alam beberapa jenis langka dan terancam punah, bagi jenis satwa terancam punah dan langka seperti burung, primata dan mamalia. Juga perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak melakukan perburuan, melakukan patroli secara berkala di kawasan atau habitat tempat spesies langka dan terancam punah sering berkumpul, dan upaya peningkatan populasi satwa dengan menyediakan pohon sumber pakan satwa.
Pengelolaan hutan secara kolaboratif dapat dilakukan melalui meningkatkan kerjasama antar kelompok terkait dengan berbagai macam permasalahan baik di tingkat masyarakat maupun tingkat lebih tinggi, mengurangi konflik antara perusahaan dan penduduk lokal terutama permasalahan akses dan pemanfaatan sumber daya hutan, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan dan kegiatan-kegiatan pemantauan, memastikan distribusi keuntungan yang adil dari operasi penebangan, mencegah terjadinya pembalakan liar dan perambahan liar di wilayah konsesi yang dilakukan oleh penduduk lokal dan/atau pihak luar, membangun pemahaman bersama terkait pemanfaatan hutan secara berkelanjutan, membangun kesepakatan bersama antara perusahaan dan masyarakat lokal terkait keberadaan situs budaya, dan tempat-tempat yang dilindungi oleh masyarakat, melindungi situs budaya, spiritual dan tempat pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang penting bagi masyarakat lokal dan mencegah aktifitas perladangan berpindah yang bisa mengancam keberadaan flora dan fauna yang dilindungi maupun situs budaya masyarakat serta menerapkan program pemberdayaan masyarakat yang bersifat pembinaan dan pengembangan potensi wilayah sehingga masyarakat dapat mandiri dan tidak bergantung pada sumberdaya hutan.